Food Terminology #3


1.      Ketoprak

 
English Version :

Ketoprak is a vegetarian dish from Jakarta, Indonesia, consists of tofu, vegetables and rice cake, rice vermicelli served in peanut sauce.

The etymology of the name ketoprak is unknown, and its name similarity to the Javanese folk-drama is peculiar. However, according to popular Betawi tradition, ketoprak was actually derived from the acronym of its ingredients, which are ket from ketupat, to from tahu and toge, and prak from digeprak (Betawi for: "mashed" or "crushed"), which describes the method on grounding garlic, chili pepper and peanut granules together to create the peanut sauce.

Although today ketoprak is often associated with Jakarta, as the dish is more easily available in this city compared to others. There is a suggestion that the dish might be originated from elsewhere. In Jakarta, majority of ketoprak street vendors hailed from the West Javan city of Cirebon. In Cirebon, an area famous for its ketoprak is in Pasuketan area. Ketoprak might be derived from a popular Javanese-Sundanese dish kupat tahu (tofu and ketupat), with addition of bihun (rice vermicelli), beansprouts, cucumber and sweet soy sauce.

Indonesian Version :

Ketoprak adalah hidangan vegetarian dari Jakarta, Indonesia, terdiri dari tahu, sayuran dan kue beras, sohun nasi, disajikan dengan saus kacang.

Etimologi nama ketoprak tidak diketahui, dan namanya mirip dengan drama rakyat Jawa yang aneh. Namun, menurut tradisi Betawi yang populer, ketoprak sebenarnya berasal dari akronim ramuannya, seperti ket yaitu ketupat, to yaitu tahu dan toge, dan prak yaitu digeprek (Betawi untuk: "tumbuk" atau "dilumatkan"), yang menggambarkan metode penggaraman bawang putih, cabai dan butiran kacang untuk membuat saus kacang.

Meski saat ini ketoprak kerap dikaitkan dengan Jakarta, karena hidangan ini lebih mudah didapat di kota ini dibanding yang lain. Ada yang mengatakan bahwa hidangan ini mungkin berasal dari tempat lain. Di Jakarta, mayoritas pedagang kaki lima ketoprak berasal dari kota Cirebon, Jawa Barat. Di Cirebon, daerah yang terkenal dengan ketopraknya ada di daerah Pasuketan. Ketoprak bisa berasal dari masakan terkenal Jawa-Sunda kupat tahu (tahu dan ketupat), dengan tambahan nasi bihun, kacang polong, mentimun dan kecap manis.

2.      Bulgogi
 

English Version :

Bulgogi, literally "fire meat", is a gui (Korean-style grilled or roasted dish) made of thin, marinated slices of beef or pork grilled on a barbecue or on a stove-top griddle. It is also often stir-fried in a pan in home cooking. Sirloin, rib eye or brisket are frequently used cuts of beef for the dish. The dish originated from the north area of the Korean Peninsula and is very popular in South Korea.

Bulgogi came from the Korean word bul-gogi (불고기), consisting of bul ("fire") and gogi ("meat"). The compound word is derived from the Pyongan dialect, as the dish itself is a delicacy of Pyongan Province (currently in North Korea). After the liberation of the Korean Peninsula from Japanese forced occupation in 1945, the dish became popular in Seoul and other parts of South Korea, by refugees from Pyongan. It was then listed in the 1947 edition of the Dictionary of the Korean Language, as meat grilled directly over a charcoal fire.

In the Standard Korean Language Dictionary published by the National Institute of Korean Language, the word is listed as meat such as beef that is thinly sliced, marinated, and grilled over the fire.[8] The word is also included in English-language dictionaries such as Merriam-Webster Dictionary and Oxford Dictionary of English. Merriam-Webster dated the word's appearance in the American English lexicon at 1961.

Indonesian Version :

Bulgogi, secara harfiah "daging api", adalah hidangan gui (masakan ala Korea atau panggang) yang terbuat dari bahan tipis, irisan daging sapi atau babi panggang yang dipanggang di barbekyu atau di wajan kompor. Hal ini juga sering digoreng dalam panci dalam masakan rumah. Sirloin, mata rib atau Sandung lamur sering digunakan potongan daging sapi untuk hidangan. Piring itu berasal dari kawasan utara Semenanjung Korea dan sangat populer di Korea Selatan.

Bulgogi berasal dari bahasa Korea bul-gogi (불고기), terdiri dari bul ("api") dan gogi ("daginag"). Kata majemuk berasal dari bahasa Pyongan, karena sajian itu sendiri adalah kelezatan dari Provinsi Pyongan (sekarang di Korea Utara). Setelah pembebasan Semenanjung Korea dari pendudukan Jepang pada tahun 1945, hidangan tersebut menjadi populer di Seoul dan bagian lain Korea Selatan, oleh para pengungsi dari Pyongan. Kemudian tercantum dalam Kamus Bahasa Korea tahun 1947, saat daging dipanggang langsung di atas api arang.

Dalam Kamus Bahasa Korea Standar yang diterbitkan oleh Institut Nasional Bahasa Korea, kata tersebut terdaftar sebagai daging seperti daging sapi yang diiris tipis, direndam, dan dipanggang di atas api. Kata itu juga termasuk dalam kamus bahasa Inggris seperti Merriam-Webster Dictionary dan Oxford Dictionary of English. Merriam-Webster menanggalkan kemunculan kata tersebut dalam kamus bahasa Inggris Amerika pada tahun 1961.

3.      Ramen
 

English Version :

Ramen is a Japanese dish. It consists of Chinese-style wheat noodles served in a meat or (occasionally) fish-based broth, often flavored with soy sauce or miso, and uses toppings such as sliced pork (chāshū), dried seaweed (,nori), menma, and green onions (, negi).

The origin of ramen is unclear. Some sources say it is of Chinese origin. Other sources say it was invented in Japan in the early 20th century. According to the record of the new Yokohama Ramen Museum, ramen originated in China and made its way over to Japan in 1859. The word ramen is a Japanese transcription of the Chinese lamian. In 1910, a Chinese restaurant serving ramen in at Yokohama's Chinatown received public praise in Japan. Until the 1950s, ramen was called shina soba (literally "Chinese soba") but today chūka soba (also meaning "Chinese soba") or just ramen are more common, as the word (shina, meaning "China") has acquired a pejorative connotation.
 
Indonesian Version :

Ramen adalah hidangan Jepang. Ini terdiri dari mie gandum ala Cina yang disajikan dalam kaldu daging atau kaldu berbasis ikan, yang sering diberi rasa kecap atau miso, dan menggunakan topping seperti daging babi iris (chāshū), rumput laut kering (nori), menma, dan bawang hijau (negi).

Asal ramen tidak jelas. Beberapa sumber mengatakan bahwa ramen berasal dari Cina. Sumber lain mengatakan ramen ditemukan di Jepang pada awal abad 20. Menurut catatan Museum Ramen Yokohama yang baru, ramen berasal dari Cina dan berhasil sampai ke Jepang pada tahun 1859. Kata ramen adalah transkripsi Jepang dari lamian Cina. Pada tahun 1910, sebuah restoran Cina yang menyajikan ramen di Chinatown Yokohama mendapat pujian publik di Jepang. Sampai tahun 1950-an, ramen disebut shina soba (secara harfiah "soba Cina") tapi saat ini chūka soba (juga berarti "soba Cina") atau hanya ramen yang lebih umum, seperti kata (shina, yang berarti "China") telah memperoleh konotasi yang merendahkan.

4.      Gado-gado
 

English Version :

Gado-gado (Indonesian or Betawi), also known as lotek (Sundanese and Javanese), is an Indonesian salad of slightly boiled, blanched or steamed vegetables and hard-boiled eggs, boiled potato, fried tofu and tempeh, and lontong (rice wrapped in a banana leaf), served with a peanut sauce dressing.[

The term gado or the verb menggado means to consume something without rice. Gado-gado in Indonesian literally means "mix-mix" since it is made of rich mixture of vegetables such as potatoes, longbeans, bean sprouts, spinach, chayote, bitter gourd, corn and cabbage, with tofu, tempeh and hard-boiled eggs, all mixed in peanut sauce dressing, sometimes also topped with krupuk and sprinkles of fried shallots. Gado-gado is different from lotek atah or karedok which uses raw vegetables. Another similar dish is the Javanese pecel.

Indonesian Version :

Gado-gado (bahasa Indonesia atau bahasa Betawi), juga dikenal sebagai lotek (bahasa Sunda dan Jawa), adalah salad Indonesia dengan sayuran rebus, kukus atau rebus, kentang rebus, tahu goreng dan tempe, dan lontong. (nasi yang dibungkus daun pisang), disajikan dengan saus kacang.

Istilah gado atau kata kerja menggado berarti mengonsumsi sesuatu tanpa nasi. Gado-gado dalam bahasa Indonesia secara harfiah berarti "campuran" karena terbuat dari campuran sayuran yang kaya seperti kentang, kacang panjang, taoge, bayam, chayote, labu pahit, jagung dan kol, dengan tahu, tempe dan telur rebus, semua tercampur dalam saus kacang, terkadang juga ditambahkan dengan krupuk dan taburan bawang merah goreng. Gado-gado berbeda dengan lotek atah atau karedok yang menggunakan sayuran mentah. Hidangan lain yang serupa adalah pecel Jawa.

5.      Gratin
 

English Version :

Gratin is a widespread culinary technique in which an ingredient is topped with a browned crust, often using breadcrumbs, grated cheese, egg and/or butter.

The etymology of gratin is from the French language words gratter, meaning "to scrape" or "to grate" (for example, "scrapings" of bread or cheese), and gratiné, from the transitive verb form of the word for crust or skin. The technique predates the current name which did not appear in English until 1846 (OED, s.v. "gratin").

In addition to the well-known potato dishes such as Gratin dauphinois, cooking au gratin is a widely used cooking technique in the preparation of numerous dishes including many meat, fish, vegetable and pasta dishes, fennel, leeks, crab meat, celeriac and aubergines (eggplant).

The term le gratin signifies the "upper crust" of Parisian society, and as gratin, has since been borrowed into English.

Indonesian Version :

Gratin adalah teknik kuliner yang meluas dimana ramuan di atasnya dengan kerak kecoklatan, sering menggunakan remah roti, keju parut, telur atau mentega.

Etimologi gratin berasal dari bahasa Perancis yang berarti gratter, yang berarti "mengikis" atau "memarut" (misalnya, "goresan" roti atau keju), dan gratiné, dari bentuk kata kerja transitif dari kata untuk kerak atau kulit. . Teknik ini mendahului nama saat ini yang tidak muncul dalam bahasa Inggris sampai 1846 (OED, s.v. "gratin").

Selain hidangan kentang yang terkenal seperti Gratin dauphinois, cooking au gratin adalah teknik memasak yang banyak digunakan dalam persiapan berbagai hidangan termasuk banyak hidangan daging, ikan, sayuran dan pasta, adas, daun bawang, daging kepiting, celeriac dan aubergines. (terong). Istilah le gratin menandakan "kerak atas" masyarakat Paris dan gratin diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris.

6.      Hotdog
 

Hot dog (also spelled hotdog), also known as a frankfurter (sometimes shortened to frank), dog, or wiener, is a cooked sausage, traditionally grilled or steamed and served in a partially sliced bun. It is a type of sausage sandwich. Typical garnishes include mustard, ketchup, onions, mayonnaise, relish, coleslaw, cheese, chili, olives, and sauerkraut.

The term dog has been used as a synonym for sausage since the 1800s, with one thought being that it came from accusations that sausage makers used dog meat, starting in at least 1845. In the early 20th century, consumption of dog meat in Germany was common. The suspicion that sausages contained dog meat was "occasionally justified".

An early use of hot dog in reference to sausage-meat appears in the Evansville (Indiana) Daily Courier (September 14, 1884): "even the innocent ‘wienerworst’ man will be barred from dispensing hot dog on the street corner". It was used to mean a sausage in casing in the Paterson (New Jersey) Daily Press (31 December 1892): "the ‘hot dog’ was quickly inserted in a gash in a roll". Subsequent uses include the New Brunswick (New Jersey) Daily Times (May 20, 1893), the New York World (May 26, 1893), and the Knoxville (Tennessee) Journal (September 28, 1893).

According to a myth, the use of the complete phrase hot dog in reference to sausage was coined by the newspaper cartoonist Thomas Aloysius "Tad" Dorgan around 1900 in a cartoon recording the sale of hot dogs during a New York Giants baseball game at the Polo Grounds.[21] However, Dorgan's earliest usage of hot dog was not in reference to a baseball game at the Polo Grounds, but to a bicycle race at Madison Square Garden, in The New York Evening Journal December 12, 1906, by which time the term hot dog in reference to sausage was already in use.

Indonesian Version :

Hot dog (juga dieja hotdog), juga dikenal sebagai frankfurter (kadang disingkat menjadi jujur), anjing, atau wiener, adalah sosis matang, dipanggang atau dikukus secara tradisional dan disajikan dalam roti yang diiris sebagian. Hotdog adalah sejenis sandwich sosis. Garnish khas meliputi mustard, saus tomat, bawang merah, mayones, coleslaw, keju, cabe, zaitun, dan asinan kubis.

Istilah anjing telah digunakan sebagai sinonim untuk sosis sejak tahun 1800an, dengan satu pemikiran karena berasal dari tuduhan bahwa pembuat sosis menggunakan daging anjing, yang dimulai setidaknya pada tahun 1845. Pada awal abad 20, konsumsi daging anjing di Jerman biasa terjadi. Kecurigaan bahwa sosis mengandung daging anjing "kadang dibenarkan".

Penggunaan awal hot dog mengacu pada daging sosis muncul di Kurir Harian Evansville (Indiana) (14 September 1884): "Bahkan orang yang tidak berdosa 'wienerworst' akan dilarang mengeluarkan hot dog di sudut jalan". Digunakan untuk mengartikan sosis di Paterson (New Jersey) Daily Press (31 Desember 1892): "'hot dog' dengan cepat dimasukkan ke dalam gash dalam gulungan". Penggunaan selanjutnya mencakup New York Times (20 Mei 1893), New York World (26 Mei 1893), dan Knoxville (Tennessee) Journal (28 September 1893).

Menurut sebuah mitos, penggunaan kata kunci lengkap hot dog mengacu pada sosis yang diciptakan oleh kartunis koran Thomas Aloysius "Tad" Dorgan sekitar tahun 1900 dalam sebuah rekaman kartun penjualan hot dog saat pertandingan bisbol New York Giants di Polo. Namun, penggunaan hot dog Dorgan yang paling awal tidak mengacu pada permainan bisbol di Polo Grounds, namun untuk balapan sepeda di Madison Square Garden, di The New York Evening Journal pada 12 Desember 1906, saat itu istilah hot dog di referensi bahwa sosis sudah digunakan.

7.      Paella
 

English Version :

Paella is a Valencian rice dish that has ancient roots but its modern form originated in the mid-19th century in the area around Albufera lagoon on the east coast of Spain, adjacent to the city of Valencia. Many non-Spaniards view paella as Spain's national dish, but most Spaniards consider it to be a regional Valencian dish.

Paella is a Valencian word which derives from the Old French word paelle for pan, which in turn comes from the Latin word patella for pan. The word paella is also related to paila used in many Latin American countries. Paila in the Spanish language of Latin America refers to a variety of cookware resembling metal and clay pans, which are also used for both cooking and serving. The Latin root patella from which paella derives is also akin to the modern French poêle, the Italian padella and the Old Spanish padilla.

Valencians use the word paella for all pans in the Valencian language, including the specialized shallow pan used for cooking paellas. However, in most other parts of Spain and throughout Hispanic America where the Spanish language is spoken (as opposed to the Valencian language), the term paellera ("paella pan") is more commonly used for the specialised pan while paella is reserved for the rice dish prepared in it, although both terms are deemed correct for the pan, as stated by the Royal Spanish Academy, the body responsible for regulating the Spanish language in Spain. Paelleras are traditionally round, shallow, and made of polished steel with two handles.

Some claim that the origin of the word "paella" comes from the Arabic pronounced baqiyyah, meaning "leftovers". This claim is based on the 8th century custom where Moorish kings' servants would take home the rice, chicken, and vegetables their employers left at the end of the meal.

Indonesian Version :

Paella adalah hidangan nasi valenci yang memiliki akar kuno namun bentuknya modern yang berasal dari pertengahan abad ke-19 di daerah sekitar laguna Albufera di pantai timur dari Spanyol, berdekatan dengan kota Valencia. Banyak orang non-Spanyol memandang paella sebagai hidangan nasional Spanyol, namun kebanyakan orang Spanyol menganggapnya sebagai hidangan valas regional.

Paella adalah kata valencius yang berasal dari kata paelle Prancis kuno untuk panci, yang pada gilirannya berasal dari kata Latin patella untuk panci. Kata paella juga terkait dengan paila yang digunakan di banyak negara Amerika Latin. Paella dalam bahasa Spanyol di Amerika Latin mengacu pada berbagai peralatan masak yang menyerupai panci logam dan tanah liat, yang juga digunakan untuk memasak dan melayani. Akar akar Latin dari mana paella berasal juga mirip dengan puisi Prancis modern, padella Italia dan padilla Spanyol Kuno.

Orang Valencia menggunakan kata paella untuk semua panci dalam bahasa Valencia, termasuk panci dangkal khusus yang digunakan untuk memasak paella. Namun, di sebagian besar wilayah Spanyol dan Amerika Hispanik bahasa Spanyol digunakan (berlawanan dengan bahasa Valencia), istilah paellera ("paella pan") lebih umum digunakan untuk panci khusus sementara paella disediakan untuk sajian nasi di dalamnya, meskipun kedua istilah dianggap benar untuk panci, seperti yang dinyatakan oleh Royal Spanish Academy, badan yang bertanggung jawab untuk mengatur bahasa Spanyol di Spanyol. Paellera secara tradisional berbentuk bulat, dangkal, dan terbuat dari baja yang dipoles dengan dua pegangan.

Beberapa orang mengklaim bahwa asal kata "paella" berasal dari bahasa Arab  diucapkan baqiyyah, yang berarti "sisa makanan". Klaim ini didasarkan pada adat istiadat abad ke-8 dimana pelayan raja-raja Moor akan membawa pulang nasi, ayam, dan sayuran yang ditinggalkan majikan mereka saat selesai makan.

8.      Hollandaise Sauce
 

English Version :

Hollandaise sauce also referred to as Dutch sauce, is an emulsion of egg yolk, liquid butter, water and lemon juice (or a white wine or vinegar reduction), whisked together over the low heat of a double boiler. Additional salt, white pepper and/or cayenne pepper is used for seasoning.

Hollandaise sauce translates from French as "Dutch sauce". The recipe for Dutch sauce would appear to be a classic Hollandaise. However, there seems to be little explanation as to why it was so named. From the name, Hollandaise sauce would imply Dutch origins. However, like many dishes, there are connections to the French Huguenots who were forced out of France in the late 17th century, but eventually returned from the various countries to which they had fled. Huguenots, returning from Holland, are said to have brought the recipe back to France that they had developed abroad. The first documented mention of a recipe is from 1651 in François Pierre La Varenne's Le Cuisinier François for "asparagus with fragrant sauce" : "Make a sauce with some good fresh butter, a little vinegar, salt, and nutmeg, and an egg yolk to bind the sauce, take care that it doesn't curdle".

Indonesian Version :

Saus Hollandaise juga disebut saus Belanda, adalah emulsi kuning telur, mentega cair, air dan jus lemon (atau anggur putih atau cuka reduksi), dimasak bersama di atas api kecil boiler ganda. Tambahkan garam, lada putih atau cabe rawit untuk bumbu.

Saus Hollandaise diterjemahkan dari bahasa Prancis sebagai "saus Belanda". Resep untuk saus Belanda tampaknya merupakan Hollandaise klasik. Namun, tampaknya ada sedikit penjelasan mengapa dinamakan demikian. Dari namanya, saus Hollandaise akan menyiratkan asal-usul Belanda. Namun, seperti banyak hidangan, ada koneksi dengan Huguenot Prancis yang dipaksa keluar dari Prancis pada akhir abad ke-17, namun akhirnya kembali dari berbagai negara tempat mereka melarikan diri. Huguenot, yang kembali dari Belanda, dikatakan telah mengembalikan resep tersebut ke Prancis yang telah mereka kembangkan di luar negeri. Penyebutan resep pertama yang terdokumentasi adalah tahun 1651 di François Pierre La Varenne's Le Cuisinier François untuk "asparagus dengan saus harum" : "Buat saus dengan beberapa mentega segar, sedikit cuka, garam, dan pala, dan kuning telur untuk mengikat saus, hati-hati agar tidak mengental".

9.      Corn Tortilla
 

English Version :

In North America and Central America, a corn tortilla or just tortilla is a type of thin, unleavened flatbread, made from finely ground maize (corn). In Guatemala and Mexico, there are three colors of maize dough for making tortillas : white maize, yellow maize and blue maize (or black maize).

Tortilla, from Spanish torta, cake, plus the diminutive -illa, literally means "little cake". Nahuatl tlaxcalli is derived from the verb xca "to bake" with the help of the prefix tla- and two common suffixes and –li, that is "something baked".

Indonesian Version :

Di Amerika Utara dan Amerika Tengah, tortilla jagung atau hanya tortilla adalah sejenis flatbread dan tidak beragi, yang terbuat dari jagung halus. Di Guatemala dan Meksiko, ada tiga warna adonan jagung untuk membuat tortilla : jagung putih, jagung kuning dan jagung biru (atau jagung hitam).

Tortilla, dari torta Spanyol, kue, ditambah butiran kecil, secara harfiah berarti "kue kecil". Nahuatl tlaxcalli berasal dari kata kerja xca "untuk memanggang" dengan bantuan awalan tla- dan dua sufiks yang umum dan –li, yaitu "sesuatu yang dipanggang".

10.  Danish
 

English Version :

Danish pastry or just Danish (especially in American English) is a multilayered, laminated sweet pastry in the viennoiserie tradition. The concept was brought to Denmark by Austrian bakers and has since developed into a Danish specialty. Like other viennoiserie pastries, such as croissants, they are a variant of puff pastry made of laminated yeast-leavened doughs, creating a layered texture.

In Denmark, Norwegian and Swedish, the term for Danish pastry is wienerbrød/wienerbröd, "Viennese bread". The same etymology is also the origin of the Finnish viineri. Danish pastry is referred to as facturas in some Spanish speaking countries. In Vienna, the Danish pastry, referring to Copenhagen, is called Kopenhagener Plunder or Dänischer Plunder.

Indonesian Version :

Kue Danish atau hanya Danish (terutama dalam bahasa Inggris Amerika) adalah kue kering dan berlapis-lapis dalam tradisi viennoiserie. Konsep itu dibawa ke Denmark oleh tukang roti Austria dan sejak itu berkembang menjadi spesialisasi Danish. Seperti kue-kue viennoiserie lainnya, seperti croissant, mereka adalah varian dari kue puff yang terbuat dari adonan beragi laminasi, dan menciptakan tekstur berlapis.

Di Denmark, Norwegia dan Swedia, istilah untuk kue Danish adalah wienerbrød/wienerbröd, "roti Wina". Etimologi yang sama juga merupakan asal viineri Finlandia. Kue Danish disebut sebagai facturas di beberapa negara berbahasa Spanyol. Di Wina, kue Danish, mengacu pada Kopenhagen, disebut Kopenhagener Plunder atau Dänischer Plunder.

 

 

Source :










Komentar

Postingan Populer